“Hormati orang tua-mu,
bapak, dan ibu gurumu” adalah kalimat sakti yang biasa kita temui dalam setiap
forum pendidikan, pengajian, atau majelis-majelis lainnya, secara formal merupakan
upaya sosialisasi kepada setiap individu-individu (role theory) di dalam
menjalankan peranannya di dalam masyarakat.
Di sisi kalimat tersebut
merupakan pesan moral yang harus tetap terpelihara sebagai identitas sebuah
masyarakat yang beradab dan bermartabat.
Sejarah mengatakan telah
banyak peran guru dalam menciptakan kesuksesan sangat besar dalam kapasitas
personal maupun secara makro kebangsaan. Ambil contoh negara raksasa Asia,
Jepang, telah bangkit dari kehancurannya pada perang dunia kedua menuju
kemajuan, salah satunya disebabkan oleh peran guru yang sangat besar dalam
segala kemampuannya dan pengetahuannya mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada
generasi selanjutnya. Tidak hanya sampai disini saja, bahwa peran dan jasa guru
terhadap bangsa sangat besar, masih banyak contoh lainnya dan bahkan individu
sekali berpresiden pun tidak luput dari jasa gru yang telah memekali
nilai-nilai yang bersifat mormatif. Maka dianggap representatif bahwa guru
adalah PAHLAWAN TANPA TANDA JASA.
Jika kita melihat konsep
nilai sosial yang dikemukakan oleh sosiolog Indonesia Prof. DR. Notonegoro
yaitu nilai moral (nilai kebaikan) adalah nilai-nilai tang bersumber dari
kemauan atau kehendak. Maka sangatlah sesuai untuk dijadikan cerminan perilaku
kolektif yang bermartabat ketika seorang anak bangsa mengultuskan dirinya
sebagai orang dengan adat ketimuran yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
moral, yaitu dengan hormat dan santun kepada guru sebagai upaya melestarikan
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tersurat dengan jelas di dalam
sila-sila Pancasila.
Memang terlahat sederhana
tetapi pada kenyataannya sangat sulit untuk diaktualisasikan di kehidupan
sehari-hari. Menjadi pertanyaan besar mengapa saat ini bangsa Indonesia yang
secara historis dikenal bangsa-bangsa lain sebagai bangsa yang ramah, santun,
dan berbudaya. Tetapi kinitelah terindikasi mengalami degradasi moral? Suatu
relitas sosial yang sering kita jumpai di sekitar kita bahwa anak mulai berani
kepada orang tuanya. Masih sering dijumapi kasus-kasus lain seperti siswa
kurang tulus dalam menjalankan perintah yang diberikan gurunya, tak mau peduli
dengan nasehatnya, meskipun hal ini tidak terjadi pada semua siswa. Terlepas
dari itu semua kita kembalikan pada massing-masing individu, karena sekolah
hanya tempat kedua bagi siswa untuk melakukan sosialisasi dan selebihnya adalah
keluarga dan lingkungan masyarakat yang sangat berpengaruh besar.
2 hal penting mengapa
hormat kepada guru menjadi setengah dari kunci kesuksesan. Yaitu :
1.
Guru adalah
orang tua kedua kita
Layaknya
orang tua, guru mendapat perhatian penuh atas tanggung jawab anak didiknya
untuk mampu mengayomi dan membimbing dengan tulus. Begitu juga siswa sebagai
anak sendiri mengharapkan restu yang tulus dari bapak ibu gurunya atas apa yang
dilakukan. Contoh kasus ketika sebelum menghadapi UAN mereka antusias dan
dengan kesadaran tinggi mencari dan menemui bapak ibu gurunya untuk mendapatkan
do’a restu agar diberi kemudahan dan kelancaran. Suatu kebanggaan yang bersama
bahwa pattern of behavior (pola=pola perilaku) ini perlu dilestarikan sebagai
bukti komunikasi yang harmonis antara siswa dan guru, dan menjaga nilai-nilai luhur
budaya bangsa.
Guru adalah
sumber penerangan yang menuntun kita keluar dari jalan kegelapan, dari tidak
tahu menjadi tahu.
Betapa
besar jika dihitung dengan angka dan tidak ada habisnya, jasa bapak ibu guru
yang dengan tulus memberikan ilmu kepada kita sebagai wujud pertanggung jawaban
moral sesuai dengan kode etiknya. Kita menjadi orang yang berilmu, kritis dan
peka terhadap situasi yang ada, serta menjadi insan yang berbudaya yang siap
berkompetisi secara sehat dengan perkembangan globalisasi saat ini. Selain itu
bisa memberikan pegangan atau konsep yang tegas terhadap individu ketika
menjalankan peranannya sesuai status barunya di masyarakat.
Sebuah harapan bersama
sekarang yitu kesadaran dan kemampuan yang tulus dari kita masing-masing
individu sebagai anak bangsa untuk mau dan tetap hormat kepada guru-gurunya
sebagai wujud pengabdian kita sebagai warga negara baik dan pribadi yang
berbudaya. Orang yang lebih berilmu lebih dipertimbangkan dan ditakuti oleh
musuh-musuhnya daripada orang yang kaya tetapi bodoh. Dan kita bisa meraih
sebuah kesuksesan tidak jauh dari peran orang tua dan guru-guru yang telah
sabar mendidik dan menuntun kita, meluruskan mana yang salah dan menunjukkan
mana yang benar.
Akhirnya hal inilah yang
menjadi salah satu alasan logis mengapa hormat kepada guru menjadi suatu yang
boleh dikatakan “wajib hukumnya” bagi kita anak bangsa yang berakhlakul kharimah. (Dani Ismail,SP.d/Krida)
0 comments:
Post a Comment